Kamis, 07 Juni 2012

Soto Djiancuk

Wah pertama denger namanya saya langsung excited nih, unik juga namanya "djiancuk". Padahal setahu saya kata itu merupakan sejenis kata yang berarti mengumpat dari Jawa Timur. Kata “djiancuk” atau lebih sering diucapkan “jancuk” saja, bagi sebagian orang, terutama orang Jawa Timur, mempunyai arti yang kasar dan bisa ngajak perang. Namun di Jogja, kata “djiancuk” ini justru dijadikan branding oleh sebuah warung soto yang unik baik dari segi nama dan tata ruang warungnya, yang mengklaim merupakan warung yang pertama dan satu-satunya di Jogja yang menyediakan menu soto ala Jawa Timur, terutama dari kota Blitar.
 
Awal mencari lokasinya memang sedikit sulit, dari IKIP PGRI masih lurus saja terus sampai jalannya menyempit nanti sebelum ada sungai kecil dan sawah-sawah warung ini berada tepat di sebelah selatan jalan. Masuk warung ini memang sedikit aneh buat saya, bukan aneh sih tepatnya unik. Interiornya bener-bener berbeda dari warung soto yang biasa saya kunjungi. Dinding temboknya sengaja dibiarkan tidak disemen halus untuk memperlihatkan teksturnya, banyak lukisan terpajang di dinding warung ini. Saya jadi berpikir kalau pemilih warung ini adalah seorang seniman. Ada meja bundar yang super besar, kemudian juga ada tempat untuk lesehan, jarang saya menemukan tempat makan soto yang menyediakan gazebo atau tempat untuk lesehan. 

Saya memesan langsung kepada penjualnya tanpa mencatat pesanan terlebih dahulu, sambil menunggu saya duduk menikmati indahnya hamparan sawah dan gemericik aliran kali bayem. Tak lama kemudian soto pesanan saya datang...


Saat pesanan saya datang saya sempat bingung karena mangkuknya mirip dengan soto Kudus, sedangkan sotonya mirip dengan Soto Madura karena memang mereka menyajikan soto dengan gerobak mirip angkringan, tetapi empunya bilang kalau ini Soto khas Blitar. Entahlah saya baru pertama kali mencoba soto jenis ini...

Isi dari soto pun mirip dengan Soto Madura yaitu memakai daging sapi,  tetapi kuahnya tidak terlalu kuning dicampur dengan irisan telur, tomat, kentang goreng dan kesemuanya justru mengingatkan saya dengan Soto Banjar. Ah betapa uniknya ragam kuliner soto negeri kita. Yang pertama kali saya coba adalah kuahnya, dominan rasa gurih dan merica sangat terasa pada kuah soto ini konon katanya sang pemilik punya resep khusus untuk bumbunya sehingga tanpa menggunakan vetsin pun rasanya bisa gurih dan enak. Untuk harganya per porsi sekitar 9rb rupiah (lagi-lagi kebiasaan saya lupa dengan harga). 






Botol kecapnya unik banget ini, ala gendul cina gitu tapi berhubung saya gak begitu suka kecap akhirnya cuma mengagumi bentuknya saja ga nyobain kecapnya. Toh ya sepertinya rasanya sama seperti kecap yang lainnya :D


4 comments:

Anonim mengatakan...

oalah ini dekat kosanku hen..aku aja malah gak kepikiran kesana cz sepi trus.hehee...

@aryaanggara

penggemar soto mengatakan...

hhhh...bener bener bikin rindu untuk kembali lagi menikmati lezatnya soto djiancuuuuuk...!

penggemar soto mengatakan...

hhhuuhhh..hhhhaaah...lagi dong sotonya rasanya djiancuuuuk...uuuuenaaaak...!

bimasakti85 mengatakan...

"dari IKIP PGRI masih lurus saja"

lurus ke arah mana mbak, timur atau barat ya ? :D

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar :)