Jumat, 16 Desember 2011

Sate Klathak Pak Bari

Diantara beberapa jenis sate dari Sabang sampai Merauke menurut saya ada salah satu macam sate yang spesial nggak pake endog. Sate yang tidak berteman dengan kecap sebagai soulmatenya, sate yang bumbunya paling nggak macem-macem, sate yang tidak ditusuk pakai tusukan bambu. Ya, sate klathak namanya. Sate yang berasal dari Jogja ini salah satu diantara menu sate yang paling spesial menurut saya.

Sejarah sate klathak ini dulunya berasal dari Pasar Jejeran, Bantul dimiliki oleh Mbah Ambyah. Awal mulanya karena banyak warga sekitar yang memelihara kambing, sehingga hal ini mencetuskan ide dari Mbah Ambyah si nenek moyang sate klathak untuk membuat makanan berbahan dasar kambing. Tahun 1946 beliau memulai usahanya dengan berjualan dibawah pohon melinjo. Saya masih bingung kenapa beliau memilih pohon melinjo, kenapa gak pohon talok, apa pohon pete, apa uwit gedang gitu biar bisa sekalian ngunduh gedhang lalu dimakan sisan. Entahlah kenapa pohon melinjo yang dipilihnya, pasti Mbah Ambyah lagi galau (durung njaman kayaknya waktu itu) karena disitu cuma ada pohon melinjo yaudahlah jualan disitu aja. Sayangnya mbah Ambyah sekarang sudah meninggal dan warung satenya sekarang diteruskan oleh anak-anaknya. Nah di Pasar Jejeran sekarang warung ini digantikan oleh generasi selanjutnya (yang sepertinya generasi ketiga setelah Mbah Ambyah, cmiiw) yang akrab disebut Pak Bari. Beliau memberi nama warungnya seseuai dengan namanya sendiri, Sate Klathak Original Pak Bari.

Sejarah diberikan nama sate klathak ini ada beberapa versi, ada yang bilang bahwa nama klathak berasal dari bunyi daging kambing yang ditusuk dengan jeruji sepeda ketika dimasak diatas bara api yang bunyinya "klathak-klathak" yang menurut saya terdengarnya lebih ke "plethak-plethak" ya mbuh apalah bunyinya tergantung siapa yang mendengarkan. Kemudian ada juga yang bilang kalau klathak berasal dari buah melinjo yang jatuh dari tempat berjualan sang penemu sate klathak ini. Versi lainnya bilang klathak berasal dari bunyi melinjo yang dibakar, karena dulunya sang pembuat suka makan melinjo yang dibakar. Ya pokoknya banyak deh asal mula nama klathak, sak sak e sik nggawe aja menurut saya nggak ada versi mana yang benar dan salah wong kita menyaksikan sejarahnya secara langsung, yang penting budaya kuliner yang satu ini jangan sampai hilang termakan oleh semakin moderennya jaman yang edan ini.

Berbeda dengan sate-sate lainnya yang mengandalkan berbagai macam bumbu agar tercipta rasa yang khas dan menjadi daya tarik terserdiri maka sate klathak cukup bangga dan dapat populer dengan bumbu nya yang hanya berupa garam. Tusuk yang digunakan untuk memasak pun terbilang unik, apalagi bagi yang pertama kali mendengarnya. Mungkin sate pada umumnya ditusuk dengan menggunkan tusuk yang terbuat dari bambu maka sate klathak ini tusukannya terbuat dari jeruji besi yang biasanya dipakai untuk jeruji sepeda. Pasti yang belum pernah nyobain sate klathak mereka berpikir kalau jeruji yang dipake ini karatan dan bla bla lainnya. Tenang saja, tusuk jeruji yang digunakan selama ini cukup teruji dan aman, tidak ada korban yang jatuh gara-gara sate klathak ini karena biasanya tusuk jeruji ini selalu dibersihkan setiap kali akan dipakai jadi tidak berkarat. Konon katanya tusuk dari jeruji besi ini digunakan karena besi merupakan penghantar panas yang baik, jadi irisan daging yang ditusuk menggunakan tusuk ini bisa matang sampai ke dalam-dalamnya.

Anda yang biasa menyantap sate jangan heran dengan porsi sate klathak, kalau biasanya anda menikmati sate kambing biasa bisa 5-10 tusuk per porsinya sate klathak hanya berisi dua tusuk saja. Disajikan apa adanya masih lengkap dengan jeruji besi sepanjang kira-kira 30cm. Begitu original kesan saya, tapi alangkah nikmatnya sate ini jika dimakan bersama sepiring nasi, kuah gule dan teh nasgitel yang disajikan sengan gula jawa. Kuah gule disini pas banget biar nggak seret dan ada kuahnya biar seger. Atau bagi yang suka bisa dimakan dengan kecap yang berisi potongan brambang, tomat dan kobis. Selera saja sih menurut saya. Rasa sate klathak menurut saya enak, dagingnya segar sehingga lumer dimulut, bumbunya meresap sempurna, panas dari jerujinya juga memberikan rasa tersendiri untuk daging bagian dalam.

Daging kambing yang digunakan juga dipilih dari daging wedhus gembel alias domba gimbal, ini dikarenakan daging si wedhus gembel ini tidak berbau prengus jika dimasak berbeda dengan daging kambing jenis lainnya. Setiap harinya tak kurang 20 kilo daging wedhus gembel dihabiskan Pak Bari untuk melengkapi permintaan pelanggannya. Untuk membuat sate klathak, potongan daging kambing diremas-remas agar bumbu garamnya meresap dan merata. Bagi yang suka rasa pedas Pak Bari bisa mengkombinasikan dengan bumbu merica, atau bagi yang suka manis ketika meremas tadi biasanya dicampurkan dengan sedikit kecap.

Menu selain sate klathak yang unik ini juga ada sate goreng. Yang ini unik juga, karena dimasaknya dengan cara digoreng bukan dibakar diatas arang. Selain itu juga ada tongseng yang rasanya tidak kalah nikmat dengan menu yang lainnya. Jika anda ingin sesuatu yang berbeda coba menu bernama kicik. Cara membuatnya sama dengan membuat tongseng, tapi kuahnya dibiarkan menguap sampai agak kering. Yang tersisa tinggal daging dengan kuah sangat kental seperti gulali. Rasanya lebih manis dan asin. 

Walaupun warung kepunyaan Pak Bari ini hanya menempati sebuah ruko yang siangnya berubah menjadi pasar, namun banyak dari kalangan artis yang mengidolakan menu sate klathak mereka. Sate Klathak Pak Bari ini buka sekitar pukul 18:30 karena pagi sampai siangnya tempat yang dibuat untuk dia berjualan berubah menjadi pasar. Disarankan untuk datang sekitar jam 7 malam agar tidak terlalu mengantri, kemaren kunjungan terakhir saya datang selepas magrib pukul 18:30 itu malahan Pak Barinya belum datang, jadi saya menunggu beliau datang demi dua tusuk sate klathaknya. Seporsi sate klathak dan menu lainnya disini dihargai 12ribu/porsi, dengan nasi dan teh nasgitel total semuanya 15ribu.

Jika anda tidak sabar menunggu malam datang, Pak Bari bukan hanya satu-satunya penjual sate klathak didaerah sini. Di sekitaran jl. Imogiri timur atau sekitaran pasar Jejeran banyak warung-warung yang menjual menu sate klathak yang buka mulai pagi hingga malam. Dari puluhan penjual sate-tongseng di kawasan Pasar Jejeran umumnya masih punya hubungan famili dengan Pak Bari seperti Pak Pong, Pak Jono, dll. Yang pantas dibanggakan dari mereka para penjual sate klathak ini, meski medan bisnisnya sama, mereka tetap rukun. Persaingan tidak menyebabkan saling menjatuhkan satu sama lain.

Sate goreng, satenya gak pake ditusuk, cuma dibumbuin terus di goreng. Disajikan dengan kuah gule.

Satu porsi sate klathak isinya cuma dua tusuk, tapi menurut saya segini adalah porsi yang cukup karena kebanyakan orang cenderung pusing ketika memakan daging kambing terlalu banyak.

Sate klathak dengan kuah gule.

Tongseng a la Pak Bari, rasanya segar bercampur gurih.

Pak Bari sedang membuat pesanan dari para pelanggannya.

 Suasana warung Pak Bari yang menempati kios didalam Pasar Jejeran

Ini sate klathak yang masih mentah, walaupun cuma dua tusuk dagingnya udah lumayan banyak menurut saya.
Gule Pak Bari, saya belum pernah mencoba menu yang satu ini hanya sempat menyicipi kuahnya saja.


Ini dia spanduk Sate Klathak Original Pak Bari "Jangan ngaku klathak mania sebelum jajan disini"


Persembunyian Gudeg dan Mangut Lele Mbah Marto

Awal mulanya karena penasaran ada liputan di salah satu tv lokal Jogja tentang mangut lele Mbah Marto, sebenernya sih udah lama juga denger kelezatan mangut lele cuman memang baru kali ini diniatin makan siang kesana. Ya memang bener-bener harus mengumpulkan niat yang cukup buat menuju lokasi warung Mbah Marto ini karena lokasinya di sekitar belakang kampus ISI yang sementara saya kuliah dan tinggal di UII Terpadu Jl. Kaliurang km nggunung sekali. #curhat Istilahnya mbelah Jogja, dari gunung menuju ke laut. Yah walaupun lokasi warung ini masih jauh dari laut (pantai Parangtritis) tapi kalau ditempuh dari tempat saya sekitar 1 jam lebih. Lokasi Sego Nggeneng Mbah Marto ini di sekitaran belakang kampus ISI. Ancer-ancernya kira-kira begini:

Darimanapun anda ambillah jalan menuju jl. Parangtritis, terus keselatan sampai ketemu perempatan (traffic light) ringroad masih terus ke selatan terus aja sampai di km 6,5 kanan jalan ada kampus ISI (Institut Seni Indonesia) masih lurus terus sampai di kiri jalan ketemu Kantor POS Sewon tepat di seberangnya ada jalan kecil anda masuk saja (belok kanan) terus saja sampai ketemu tikungan ke kanan tepat setelah tikungan (kira-kira 10 meter) ada gang kecil di kiri jalan anda masuk saja. Lurus dari gang kecil itu ada masjid terus belok ke kiri, lurus dikit kira-kira 10-15 meter ada belokan ke kiri masuk situ. Biasanya kalau datang pas jam makan siang di gang ini sudah dipenuhi mobil-mobil yang sudah parkir (jalan ini kecil sekali, jadi susah sekali kalau buat simpangan sama mobil lain) jadi pintar-pintarlah mengatur waktu kedatangan anda supaya bisa dapat tempat parkir yang tidak terlalu jauh dari warung Mbah Marto ini. Dan jangan kaget juga kalau mobil yang banyak terparkir disini rata-rata ber plat luar Jogja karena memang penggemar dari warung Mbah Marto ini banyak dari luar kota dan dari berbagai kalangan.

Lha mana warungnya kok nggak keliatan? Kok cuma keliatan mobil-mobil parkir aja, orang-orangnya pada dimana ya? Jangan takut, kalau anda sudah masuk ke gang ini berarti anda sudah dekat dengan warung Mbah Marto, warungnya sendiri memang tidak di pinggir jalan ini persis. Kita masih harus berjalan kaki melewati rumah penduduk untuk menuju ke warung ini, jika Anda bingung tanya saja dengan penduduk sini pasti semuanya tahu.

Jika benar maka Anda akan melihat rumah dengan meja kursi kayu sederhana dengan beberapa orang sedang makan (jika anda datang pas jam makan siang). Pasti jika ini kunjungan pertama kali kesana Anda akan bingung dan bertanya-tanya, "Loh dimana yang jualan? Kok isinya cuman orang pada makan nggak ada yang jualan?". Jangan bingung, keistimewaan warung Mbah Marto ini adalah kita bisa langsung mengambil sendiri menu makanan disana langsung dari dapurnya.

Sego Nggeneng Mbah Marto ini berdiri diatas rumah permanen sederhana, demikian juga dengan interior di dalamnya sangat sederhana khas sekali dengan budaya Jawa. Kesan tradisional dan sederhana berlanjut ketika saya memasuki dapur tempat berbagai macam menu disini diolah, dapurnya masih tradisional sekali. Untuk memasak mereka masih menggunakan kayu bakar sebagai kompornya, lantainya pun beralaskan tanah alami, sungguh saya merasa cinta sekali dengan suasana sederhana dan tradisional seperti ini. Menu masakan yang akan disajikan di letakan diatas amben (kalo bahasa daerah saya namanya amben, sejenis dipan yang terbuat dari kayu) dan disajikan didalam baskom. Pengunjung mengambil makanannya sendiri, istilah ngetrendnya itu prasmanan ya kayak di mantenan itu lah. Sambil mengambil mengantri menunggu giliran mengambil makan saya betul-betul menikmati ketradisionalan warung ini karena tercium bau asap sabut kelapa yan kayu bakar yang sedang digunakan untuk mengasap lele.

Tiba giliran saya mengambil makanan, bingung juga dihadapkan dengan berbagai macam pilihan lauk yang semuanya terlihat enak. Kalau bisa muat semua di perut, saya kepengen banget nyobain semua menu disini. Diantara beberapa baskom lauk ada sajian favorit saya, gudeg. Di warung ini gudeng yang disajikan adalah gudeg klasik dengan areh yang tidak kental dan sayuran hijaunya menggunakan daun pepaya bukan daun singkong seperti biasanya. Biasanya kita ketahui kalau daun pepaya direbus itu rasanya pahit, tapi ditangan Mbah Marto daun pepaya ini nggak kerasa pahit sama sekali. Kemudian ada juga sajian mangut lele yang merupakan menu lauk andalan di warung ini, karena cara memasaknya yang unik dan rasanya yang khas. Tidak seperti pada umumnya mangut di tempat lain yang lelenya digoreng, lele di sini diasapi dulu sebelum dimasak dengan bumbu mangut. Lele ditusuk dengan pelepah daun kelapa yang tujuannya agar daging lele tidak lengket dengan tusukkannya, ditumpuk dan kemudian diasapi dengan menggunakan sabut kelapa sehingga dihasilkan daging lele dengan tekstur yang masih kenyal dan aroma sangit yang khas. Lalu ada opor ayam, telur, tahu dan tempe dengan warna khas kuning yang menggoda. Beralih ke baskom lainnya ada kudapan sambel goreng krecek, bagi yang suka pedes pasti tidak asing dengan menu yang satu ini. Terutama saya, sepanci menu ini benar-benar menggoda saya. Khasnya mereka nggak pake krecek tapi pake kulit/rambak (sebelum diolah seperti kerupuk) yang dikenal dengan nama krecek ndeso. Sambel goreng krecek ini isinya juga ada potongan tahu, kulit mlinjo dan kacang tolo. Lalu ada juga baskom yang berisi beberapa bungkusan yang saya pikir tadinya botok, tapi ternyata adalah garang asem yang menggunakan rempelo ati ayam, pasti seger banget rasanya. 

Sembari mengobrol dengan simbahnya saya mengambil nasi dengan lauk mangut lele yang katanya simbah rasanya super pedes, untuk sayurnya saya mengambil gudeg dan sambel goreng krecek. Sebenernya sih pengen ngambil lauk lainnya yang keliatannya sedep semua, tapi apa daya piring saya sudah penuh banget dan nggak yakin bisa menghabiskan semuanya kalau harus mengambil lauk lainnya. Mbah Marto ini sungguh sangat ramah, tapi karena mungkin usia beliau yang sudah sepuh jadi kalau mau ngobrol sama beliau harus dengan suara yang ekstra karena pendengarannya sudah turun. Satu lagi, Mbah ini nggak bisa bahasa Indonesia kalaupun ada orang ngomong atau bertanya dengan bahasa Indonesia beliau akan menjawabnya dengan bahasa jawa.

Setelah mengambil makanan dengan isi piring yang mentuthuk saya duduk di bagian teras, terasa sekali betapa ketradisionalan dari warung ini tetap dijaga. Soal rasa masakan Mbah Marto ini boleh diadu, terbukti ketika saya menikmati mangut lelenya. Rasa sangitnya masih terasa sekali dan membuat mangut lele ini terasa sedap dan nagih rasanya. Untuk daging lelenya juga kenyal, serta dengan bumbu cabe yang dominan dan bumbu lainnya sangat meresap sampai kedalam daging. Saya yang biasanya nggak begitu suka lele sangat terpuaskan dengan menu yang satu ini. Mangut lele Mbah Marto ini berbeda dengan mangut lele pada umunya. Biasanya mangut lele dominan berkuah santan sedang mangut lele yang satu ini berlumuran dengan cabe yang menurut saya masih kurang pedas nggak seperti yang dibilang si Mbah tadi waktu saya mau ngambil lele dari baskom. Setelah itu saya mencoba beberapa suap nasi dengan sambel goreng krecek, yang satu ini rasanya nggak nanggung-nanggung sedepnya, bumbu dan bahan-bahan ndeso yang digunakan dipadukan dengan rambak sapi, kulit melinjo, tahu dan kacang tolo mempunyai rasa yang unik dan tak terlupakan, sambel krecek Mbah Marto ini yang paling enak selama saya makan. Bentuk krecek tidak berubah jadi lembek dan saat dikunyah teksturnya yang masih kenyil-kenyil ini terasa unik kayak oki jeli drink, untuk derajat kepedesannya menurut saya yang sangat suka pedas ya tidak terlalu pedas lah punyanya Mbah Marto ini.

Warung sego nggeneng ini buka mulai pukul 11 siang hingga jam 4 sore yang biasanya menunya tinggal habis-habisan. Untuk harga yang harus dibayar, Mbah Marto mematok harga yang relatif terjangkau menurut saya. Ya terjangkau jika dibandingkan dengan keramahan beliau menyambut kami, terjangkau jika dibandingkan dengan menu masakan yang jarang ditemukan serta dengan rasa yang enak dan sedap saya rasa pastilah saya pantas menyebutnya "terjangkau". Untuk seporsi nasi dengan lauk mangut lele, gudeg dan sambel goreng krecek dihargai 10ribu rupiah. Untuk minumannya saya kurang tahu berapa, pokoknya 2 porsi nasi dengan lauk yang sudah saya sebutkan tadi, 2 es teh dan 2 kerupuk total semuanya 24ribu rupiah. Akhirnya perjalanan jauh yang saya tempuh saya rasa terbayarkan dengan makan siang yang sangat istimewa a la Mbah Marto. Semoga si Mbah Marto selalu diberikan kesehatan dan umur yang panjang ya Mbah :)

Salah satu menu makan siang saya yang paling istimewa: nasi, gudeg, mangut lele dan sambal goreng krecek. Onde mande tiada duanya rasanya!



Lorong menuju ke dapur warung Mbah Marto, disana ada lincak yang juga bisa digunakan pengunjung untuk menikmati makanan ketika didalam penuh dengan pengunjung.

Ini kayu bakar yang digunakan untuk memasak, hasil masakan dengan kayu bakar inilah yang menciptakan cita rasa tersendiri bagi menu masakan Mbah Marto. Terlihat juga ada rambak yang masih belum diolah diatas tumpukan kayu.

Salah satu sudut dapur mereka yang masih menggunakan cara tradisional untuk memasak.

Jika anda makan disini memang harus biasa dengan pemandangan antrian seperti ini. Harus bersabar juga karena untuk mendapatkan menu disini yang disiapkan dengan cara prasmanan kita harus sabar mengantri

Menu makanan disajikan didalam baskom yang diketakan diatas amben beralaskan tikar, sedang Mbah Marto duduk di sudut lincak sambil sesekali menyapa para pelanggannya dengan halus dan senyumnya yang khas.

Salah satu sudut dapur warung ini, satu ruangan dapur digunakan untuk memasak dan juga untuk menyajikan menu masakan yang mereka jual.

Lauk yang terlihat ada garang asem rempelo ati yang dibungkus daun pisang, opor ayam, telur, tahu dan tempe.

Ini foto lele sesudah diasap yang masih harus dimasak mangut agar menghasilkan cita rasa yang sempurna.




Ini dia menu andalan Mbah Marto, mangut lele yang dominan warna merah ini rasanya memang cukup pedas.

Gudeg yang menggunakan daun pepaya rebus.

Sambel goreng krecek, tips dari saya banyakin kuah ini kalau yang suka pedes, jangan sampai ketinggalan juga ampas kulit melinjo, tahu dan kacang tolo yang rasanya super sedap.

Apapun makanannya kerupuk yang satu ini nggak boleh ketinggalan untuk dimakan.

Beberapa pengunjung yang sedang menikmati sego nggeneng.


Sego Nggeneng Mbah Marto
Alamat: Selatan Kampus ISI, Dusun Nengahan, Padukuhan Ngiring-iring, Panggungharjo, Sewon, Bantul Telp. 085292095550
Buka pukul 11.00-16.00

Selasa, 13 Desember 2011

Indomie Kuah Susu a la Beverly Hills

Warning: ini adalah postingan selo

Sakjane dunia perkulineran itu ono-ono wae. Semakin kesini muncul makanan-makanan baru dengan kombinasi bahan yang mungkin agak sedikit aneh ditelinga kita. Lha gimana enggak cobak? Bayangkan indomie yang sakjane itu adalah mie instan sejenis sarimi (yang bukan isi dua), mie sedap, supermie, dll yang semua orang -- saya yakin -- bisa membuatnya kuahnya bukan dari kuah air biasa melainkan susu. Yes susu sapi murni. Bagi sebagian orang ini mungkin aneh, apalagi yang nggak suka sama susu pasti mbayangke aja mblenek.

Tapi bukan Mbak Henn namanya kalo nggak suka makanan yang aneh-aneh. Berawal dari seseorang yang posting foto indomie kuah susu di akunnya @kulineryogya besoknya saya langsung ngeslah becak turun gunung kesana kemari mencari alamat jeng! jeng! *nyetem icik-icik* sampai akhirnya sampai di Beverly Hills yang berada di Jl. Prof. Dr. Herman Yohannes, Sagan (Depannya Mie Thoyonk). Sebenrnya Beverly Hills ini warung langganan saya sejak SMA, tapi dulu saya kesini buat makan jagung bakar serut. Akhirnya saya memesan semangkuk intel kuah susu dengan minum air putih (ini buat jaga-jaga aja karena baru pertama kali nyoba takut mblenek kalo minumnya yang aneh-aneh). 

Akhirnya pesanan saya datang, semangkuk indomie rebus telur dengan kuah susu. Tak sabar saya langsung mengaduk-aduk agar bumbunya tercampur dengan baik kemudian yang pertama saya cicipi yaitu kuahnya. Rasa kuah susu yang dipadukan dengan bumbu indomie cenderung sama saja dengan kuah yang menggunakan air rebus biasa tidak mblenek atau aneh seperti yang dibayangkan. Kok bisa? Yabisa orang susu itu kan rasa aslinya tawar, ndak asin ndak manis jadi kalaupun dijadiin kuah indomie ya rasanya sama aja. Tapi mungkin yang berbeda adalah nutrisinya, disini mie instan yang seperti kita ketahui dimana suatu makanan yang instan itu tidak baik buat kesehatan jika dikonsumsi terlalu sering mendapat 'sokongan' gizi yang terkandung dalam susu sapi tersebut. Harga untuk seporsi intel kuah susu adalah 5.500 rupiah. Untuk menu lainnya ada jagung bakar, roti bakar, pisang bakar, omlette tentunya dengan berbagai rasa dan topping. Untuk minumannya yang spesial disini berbagai rasa susu sapi segar.

Tak pikir-pikir jan selo tenan yang nyiptain menu begini, tapi yo nggakpapa sih buat kerjaan orang yang pengenan seperti saya ini. Pokoknya tak tunggu yang nyiptain menu bakso kepala bayi  kuah susu ibu. Bakso kepala bayi maksudnya segede kepala bayi gitu lho ya bukan kepala bayi beneran :D


Unyu kan kalo indomie kuahnya pake susu, sruput sitik joss pokoke!

Nyruput kuahnya aja udah bikin kenyang, ini sampe kuahnya kering gara-gara keenakan tak sruputin.

Daftar harga indomie rebus dengan kuah susu


Beverly Hills
Jl. Prof. Dr. Herman Yohannes, Sagan.
Buka selepas magrib sampai pukul 22.00

Gudeg Mercon Bu Ngatirah

Siapa bilang gudeg selalu identik dengan rasa manis? Di perempatan Asem Gede ada seorang ibu paruh baya bernama Ibu Ngatirah yang menjual gudeg yang 'mbelok' dari jalurnya. Dinamakan gudeg mercon karena gudeg ini pedesnya yaampun banget, jadi di analogikan dengan mercon karena pas kita makan gudeg mercon ini rasa pedasnya benar-benar meledak di mulut. Bagi penggemar rasa pedas seperti saya, gudeg mercon merupakan 'surga' dari segala gudeg yang notabene rasanya manis. Menurut anak Bu Ngatirah yang selalu menemani beliau berjualan, ide awal membuat gudeg mercon adalah keinginan untuk membuat rasa gudeg yang berbeda dan tidak membosankan. Pemilihan rasa pedas karena dinilai banyak disukai oleh masyarakat banyak.Walaupun agak sedikit melawan arus gudeg ini justru selalu diburu para pembeli. Siapa sangka gudeg ini sudah ada sejak tahun 1992 dan semakin lama pelanggannya semakin bertambah.

Kalau biasanya gudeg hanya menyediakan sayur nangka, areh, krecek, potongan daging dan telur yang cenderung memberikan rasa manis, maka gudeg mercon ini ada campuran sayur mercon dan aneka gorengan. Ternyata lidah masyarakat cocok. Gudeg racikan Ibu Ngatinah ini menyajikan gudeg yang dicampur dengan sayur tempe yang diolah dengan potongan cabe hijau yang metutuk (baca: menggunung). Mungkin yang dianggap menjadi mercon ini ya sayur tempenya itu, dijamin bakal membakar lidah pedasnya. Belum lagi sayur kreceknya yang juga dicampur dengan cabai rawit merah yang semakin membuat njebluk mulut kita. Sebenernya pedesnya si sayur krecek nggak seberapa sih dibandingkan dengan sayur tempenya itu.

Bagi anda yang mencintai rasa pedas pasti akan terpuaskan dengan olahan gudeg mercon ini, kadang saya kalo pas lagi selo juga tak gadoin itu cabe ijo sama merconnya. Tapi ya resikonya kalau perut pas nggak kuat semaleman nggak bisa tidur karen bola bali ke kamar mandi. Gudeg mercon ini buka mulai pukul 22.00 malam hingga pukul 04.00 pagi. Harganya juga bervariasi tergantung mood dan kondisi, biasanya sih mulai 12 ribu untuk gudeg suwir, 14 ribu untuk gudeg suwir telur dan 20 ribu untuk gudeg paha. Untuk menemani makan gudeg disediakan aneka gorengan dan aneka sate. 

Bu Ngatirah sedang melayani pelanggannya

 

 Nah ini dia gudeg mercon dengan suwiran ayam, nasinya porsi kecil khas gudeg pada umumnya. Itu cabe ijo nya yang paling saya suka, tak jambal kalo masih belum kenyang.


Gudeg Mercon Bu Ngatirah
Alamat : Perempatan Asem Gede, Kranggan Jogja
Buka mulai pukul 22.00-04.00

PastaGio : Dari Garasi Rumah Sampai Bangunan Joglo

Pertama kali saya berkunjung kesini sekitar 2 tahun yang lalu, warungnya belum bagus dan ramai kayak sekarang. Dulunya itu PastaGio cuma menempati garasi rumah, disana cuma ada 2 meja panjang dan 3 meja kecil yang paling pol muat untuk 3 orang (idealnya untuk 2 orang sih). Untuk ukuran harga yang ditawarkan disana jujur saat itu tata ruang disana sangatlah --cenderung terlalu-- minimalis, meja hanya ditutup dengan taplak plastik. Mungkin bagi sebagian orang tidak akan terlalu memperhatikan ini sih kalau sudah mencicipi rasa masakan disana, tapi untuk yang tidak hanya mementingkan rasa pastilah mereka ingin mendapatkan kenyamanan dengan harga yang sudah mereka bayar. Istilahnya orang makan itu bukan cuma mau enak di mulut sama di perut, tempat pun ya pengennya yang sebanding sama harganya.

Sejarahnya di kasih nama PastaGio karena memang dulu pas pertama kali saya kesini yang masak itu si Gio yang notabene umurnya masih 15 tahunan, itu juga menjadi alasan kenapa PastaGio buka cuma dari jam 4 sore sampai jam 9 malam karena Gio masih sekolah dan harus belajar makanya warung cuma buka sore sampai malam. Katanya si Tante Mamanya Gio emang anaknya sudah hobi memasak sejak kecil, dia membuatkan warung ini tadinya hanya untuk menyalurkan hobi memasak anaknya. Tapi siapa sangka sekarang PastaGio sudah menempati bangunan baru berbentuk joglo disamping rumahnya persis, dan awalnya bangunan joglo yang sekarang ditempati pun belum sebesar sekarang yang sudah mulai merambah bagian luar joglo yang sengaja dibuat open air dengan penerangan hemat energi berupa lilin.

Memang warung ini saya lihat-lihat makin hari makin rame aja kayak gula direbung semut. Gimana enggak, sekarang kalau kesana baru masuk gangnya aja deretan mobil udah banyak yang parkir. Kadang kalau akhir pekan kita harus siap-siap mengantri untuk makan karena tempatnya seringkali penuh. PastaGio yang sekarang memang sudah berkembang pesat, bangunannya mungkin sengaja dibuat dengan gaya joglo supaya tetap terasa homy dan tidak terlalu mewah karena mereka mengusung Warung Pasta dan Roasted Chicken. Tapi untuk segi harga mungkin tagline warung ini kurang tepat, soalnya rata-rata harga makanan untuk pasta paling murah sekitar 20 ribu dan untuk roasted chicken sekitar 38 ribu. Sebetulnya dan sejujurnya saya berkunjung ke warung ini sudah nggak kehitung, dan dari beberapa kunjungan saya ke PastaGio selalu memperoleh rasa yang berbeda dari menu yang sama, istilah gaulnya inkonsisten. Tapi hal ini justru membuat saya penasaran sampai akhirnya beberapa waktu yang lalu saya merasa kalau rasanya sudah konsisten, sudah pas dan ngga berubah.

Entah sejak kapan tapi saya baru menyadari beberapa hari yang lalu ketika saya terakhir berkunjung kesana ternyata Gio si koki cilik sudah tidak lagi terlihat disana, kokinya sudah berubah semua, tidak ada Gio lagi disana. Mungkin ini menjadi salah satu faktor kenapa rasanya tidak konsisten, tapi menurut saya manajemen mereka sudah cukup baik. Kemarin ketika seorang pelayan menyajikan menu yang saya pesan ke meja mereka menawarkan jika ada yang kurang puas dengan makanan yang saya pesan bisa menghubungi mereka.

Sudah ada beberapa menu yang pernah saya coba, tapi beberapa waktu terakhir saya selalu memesan Pan Fried Fish Dory karena pas pertama nyoba enak dan saya terpuaskan. Menu ini olahan dari ikan dory yang di masak pan fried dengan ukuran yang membuat saya kenyang, tidak terlalu kecil dan tidak selalu besar yang bisa jadi eneg bukan enak lagi. Tekstur ikan dory yang lembut, tidak terlalu berminyak dan dimasak dengan bumbu yang pas tidak terlalu asin atau terlalu tawar. Untuk pelengkapnya mereka menggunakan creamy mushroom sauce, saus krim yang tidak terlalu encer sehingga teksturya benar-benar creamy dengan beberapa potongan jamur kancing ini juga pas dipadukan dengan pan fried dory tadi. Pertama kali saya menikmati menu ini saya puas, namun ketika saya berkunjung kembali kesini dan merekomendasikan menu ini kepada teman saya rasanya benar-benar berubah, dominan rasa asin (pake banget!) dan ikan dory-nya super kecil. Saat itu saya meminta seorang pegawai disana untuk mencicipi sendiri dan akhirnya mereka bersedia menggantinya. Setelah diganti rasanya tetap berbeda dengan pan fried fish dory yang pertama kali saya pesan. Tapi belum lama ini saya kembali datang kesana dan masih tidak kapok (baca: penasaran) memesan pan fried fish dory  dan Alhamdulillah rasanya sudah sedikit sama seperti yang pertama kali saya pesan.

Untuk menu lainnya PastaGio ada menu andalan mereka yaitu berbagai macam olahan pasta. Saya pernah mencoba beberapa menu pasta mereka diantaranya: Fettucinni a la Chef Gio, Fettucinni a la Carbonara, Lasagna Verde, Spaghetti Creamy Chicken dan Penne a la Cacciatore. Diantara kesemuanya saya lebih suka olahan pasta mereka yang menggunakan saus krim bukan based tomato sauce, yang menurut saya rasanya cenderung biasa. Roasted chicken disini juga enak, disajikan dengan mashed potato, creamy spinach dan mushroom sauce. Untuk minuman saya jarang memesan yang macem-macem, paling pol ya es teh atau lemon tea yang harganya paling murah. Harga untuk makanan di PastaGio mulai dari 20-88 ribu dan untuk minumannya 5-15 ribu. Untuk range harga yang diberikan saya kira kurang cocok kalau mereka mengusung konsep warung pasta. Satu lagi yang saya rasa kurang dari PastaGio, mereka masih menghitung bill pengunjung dengan cara manual -- ditulis dengan tangan pada selembar nota dan dihitung menggunakan kalkulator -- di jaman teknologi yang canggih seperti sekarang.

Alasan yang akan saya berikan untuk mejawab pertanyaan mengapa PastaGio patut dikunjungi adalah rasa makanan yang enak dan beberapa menu masakan Italia yang rasanya bersahabat dan terasa enak di lidah kita. Lokasi PastaGio ini di Ngelempong Lor Blok 1 No. 4. Mungkin agak susah dimengerti tapi lokasinya di sekitaran jl. Lempongsari (masih di sekitaran Kalimilk yang ngetrend dikalangan dunia persusuan anak muda) dari Kalimilk itu lurus aja terus ke utara sampai nemu ada lampion merah masuk ke jalan kecil itu, nah tak jauh dari situ lokasinya.


























Minggu, 11 Desember 2011

Bakso Klenger -- Bakso Yang Bikin Klenger Beneran

Sebetulnya dan sesungguhnya saya belum nemu warung bakso yang rasanya istimewa di Jogja, entahlah lidah saya yang neko-neko atau emang lidah nggaya. Banyak warung bakso di Jogja yang kata orang-orang enak saya kunjungi ternyata rasanya menurut saya biasa-biasa saja. Ya memang yang namanya rasa enak itu selalu relatif, menurut si A enak menurut si B nggak enak itu sudah hal yang lumrah di dunia perkulineran #wuopoh

Biasa-biasa saja disini dalam arti ya enak untuk sekali dinikmati, tapi nggak bikin kangen dan pengen makan lagi. Setelah beberapa lama mencari perburuan di dunia bakso akhirnya saya nemu bakso yang rasanya lumayan enak dan paling penting unik. Nama warungnya Bakso Klenger, mungkin si pemilik memberi nama seperti ini karena ingin pembelinya pada klenger (baca: pingsan) setelah makan bakso mereka hahahaha *bercanda*. Pokoknya dari nama warungnya ini sudah menarik saya untuk mencoba bakso mereka, merasa tertantang saya bisa ga klenger kok kalo makan bakso disini :D

Lokasinya di Jl. Nologaten tepatnya di depan Indomaret persis. Cukup mudah kok mencarinya, karena letaknya persis di pinggir jalan. Pertama kali kesini melihat sekilas warung dari luar, pandangan saya langsung tertuju ke bakso yang gedenya sekepala bayi dipajang di gerobak mereka. Oh mai goat, ini bakso kayaknya emang bisa bikin klenger beneran deh. Masuk ke warung ini saya dengan pedenya memesan satu porsi bakso klenger yang harganya Rp 17.500 rupiah per porsi, dan merasa mampu menghabiskannya. Warung ini cukup kecil tapi berdiri di atas bagunan permanen yang terdiri dari dua lantai. Lantai pertama hanya ada dua buah meja kecil sedangkan lantai dua khusus untuk lesehan. Nah ini dia pengalaman saya makan bakso sambil lesehan. 

Tidak lama kemudian pesanan saya datang diantar ke lantai dua warung ini, pertama kali liatnya sih ruarr biasa. Ruar biasa gede mangkoknya, bahkan kita dikasih 2 mangkok, satu mangkok ukuran besar yang tersaji satu porsi bakso satu lagi mangkuk ukuran standar yang biasanya dibuat menyajikan bakso pada umumnya. Ruar biasa gede baksonya juga sih, segede apa ya kira-kira segede kepala bayi sampai-sampai kalau mau makan bakso ini kudu di beleh dulu pake pisau. Kayak mau makan steak aja pake pisau segala, soalnya susah juga sih kalo pake sendok mbelehnya lha wong gede banget :D
Isi bakso raksasa ini adalah telur dan urat, disajikan denga mie kuning, bihun, bakso goreng, potongan caisim dan kuah segar. Baksonya cuman satu aja sih tapi saya separo aja nggak habis. Nyerah, gede banget! Kalo boleh klenger ya saya klenger disini tapi abis itu digendong sama Taylor Lautner, maunya. Ya cukuplah membuat saya nggak bisa bangun lah makan ini bakso.

Kalau bisa dibayangin ini harusnya jatah makan bakso seminggu dijadiin satu buletan makanya bisa segede ini. Tapi itulah uniknya warung Bakso Klenger ini. Untuk yang gak pengen makan bakso dalam porsi besar disini juga menyediakan bakso ukuran biasa dan mie ayam. Menurut saya, ini bakso terbesar yang pernah saya makan di Jogja. Temen-temen ada yang pernah makan disini dan habis satu porsi sendirian? Atau malah masih ada warung bakso di Jogja yang baksonya lebih besar dari Bakso Klenger? 

Beberapa foto yang saya ambil di Bakso Klenger, beberapa menyusul yaa...


















Sambel Belut Pak Sabar

Bagi sobat kuliner (cielah koyo sopo wae) yang nggak tau apa itu belut dan seperti apa belut silahkan cek di www.google.com karena saya sejujurnya "gigu" atau "gilo" atau apa ya bahasa Indonesia yang baik dan benarnya sama hewan satu ini.

"Lha gilo kok dimakan Mbak Henn?"
"Mbok ben, lha buatan Pak Sabar yang satu ini sedep soale."

Sebenernya saya gilo sama belut kalo pas dia hidup, soalnya bentuknya kayak ular gitu ngoget-ngoget kalo jalan di air, tapi kalau sudah diolah terutama digoreng dan dimakan pake sambel mentah gitu pasti saya lupa kalo hidupnya si belut ini kayak ular yang nyeremin itu. Apalagi ditangan Pak Sabar belut ini diolah sedemikian rupa sehingga menjadi olahan belut yang digemari banyak orang.

Lokasi dari Sambel Belut Pak Sabar ini di Dokaran, Tamanan, Banguntapan, Bantul, DIY. Tepatnya atau ancer-ancernya kalau dari arah Kota Jogja ambil jalan menuju Jl. Taman Siswa lurus terus ke Selatan sampai ada perempatan yang ada traffic lightnya itu belok ke kanan, lurus setelah jembatan Sungai Code kira-kira 50-100 meter ada pertigaan (traffic light) belok ke kiri (tidak jalan terus -- halah!) masuk ke Jl. Sisingamaraja terus aja sampai ada pertigaan (traffic light) Pasar Telo masih lurus terus sampai ringroad ada traffic light juga masih lurus lagi (lurus aja nyampe bosen pokoknya) sampai ketemu pertigaan ngoto (ada jembatannya gak jauh dari pertigaan ini) atau tepatnya sekitar 1,66 km dari ringroad Selatan. Kalau udah ketemu pertigaan ngoto ini lurus aja dikit di kanan jalan ada Masjid, nah itu tandanya udah mau sampai. Warung Sambel Belut Pak Sabar ini memang agak masuk, jadi disamping Masjid tadi ada jalan kecil masuk aja sekitar 50 meter dari situ warungnya sudah terlihat. Tips bagi anda yang mengendarai mobil, sebaiknya parkir aja di seberang masjid, soalnya jalannya agak sempit jadi mending jalan kaki aja ke warungnya.

Jika anda sudah melihat warung ini, lihat ada papan kecil tulisannya buka tapi pintunya ditutup coba diketok aja, soalnya walaupun warung mereka buka ketika sedang tidak ada pengunjung pintunya ditutup supaya ndak ada ayam-ayam nakal yang masuk ke warung. Memasuki warungnya Pak Sabar ini saya disambut kursi-kursi panjang dan meja dari kayu, cukup sederhana menurut saya. Di dindingnya terdapat beberapa foto Pak Sabar dengan beberapa artis atau host dari acara-acara tv yang pernah meliput warung ini. Walaupun judulnya Sambel Belut, Pak Sabar menyediakan menu lainnya seperti Ikan Gabus dan Ikan Lele.

Saya memesan menu andalan mereka sambel belut, belut goreng, es teh dan es jeruk untuk minumannya. Yang pertama datang adalah minumannya, es teh disini menurut saya istimewa karena es teh disajikan dalam 2 gelas berbeda. Gelas pertama berisi teh panas yang sepet dan kental dengan potongan gula batu sedangkan gelas kedua berisi es batu. Begitu juga dengan es jeruknya, penyajiannya tetap dua gelas, gelas pertama berisi jeruk panas dan potongan gula batu sedangkan gelas kedua berisi es batu. Tehnya menurut saya bener-bener teh lah, sepet, leginya dari gula batu juga nikmat serta kentel dan pekat tidak seperti teh yang disajikan di rumah makan yang mahal-mahal itu. Intinya walaupun warung Pak Sabar ini kecil, dari segi minuman pun dia tetap membuat sesuatu yang mempunyai cita rasa. Tak lama kemudian pesanan sambel belut, belut goreng dan sepiring nasi putih yang masih panas disajikan oleh Pak Sabar ke meja kami. Untuk menemani makan belut disediakan lalapan timun, daun kemangi dan daun singkong rebus untuk lalapannya biar makin sedep.

Sambel belut Pak Sabar dibuat dari daging belut yang sudah di hilangkan tulangnya kemudian diulek bersama cabai rawit, bawang putih, garam dan bumbu lainnya sehingga belutnya benar-benar hancur menjadi satu dengan sambalnya yang sedap. Oh iya nguleknya pun nggak pake cobek sama munthu biasa, mereka menggunakan alu dan lumpang biar lebih mudah saat pesanan datang banyak. Untuk belut gorengnya sepertinya cuma dibumbui biasa lalu digoreng, jadi disajikan dengan bentuk yang masih mlungker-mlungker. Sedikit tips makan dari saya, bagi yang suka daun kemangi, potong daun kemanginya dan tambahkan ke satu suapan nasi dan sambel belut anda, yah sekitar satu atau dua potong daun rasanya bakal makin sedep. Tapi ya selera sih, bagi yang suka daun kemangi aja kayak saya contonya. Untuk harganya saya kurang tahu pasti berapa per porsinya, cuman kemarin saya datang memesan sambel belut 2 porsi, belut goreng 1 porsi, nasi 3 piring, 2 es teh dan 1 es jeruk semuanya habis 30 ribu.


Sambel belutnya, bagi yang suka pedes bisa rikues sama Pak Sabar untuk dibuatkan yang pedes sekalian, atau yang gak begitu suka pedes bisa juga minta cabenya dikurangi.

Yang ini seporsi belut goreng keliatannya emang dikit tapi pas sambil dimakan ternyata bikin kenyang nyang nyang.

Sambel belut, belut goreng beserta lalapan ada yang ga keikut saya poto ternyata, daun singkong rebusnya ketinggalan. Keburu laper sih :D

Teh Panas yang rasanya enak, tehnya kentel, warnanya pekat, rasanya sedikit ada pahitnya dan gulanya khusus pakai gula batu.

Penyajian terpisah antara gelas es dan teh, hal ini ditujukan agar gula batunya dapat mencair dengan air panas dulu baru setelah tercapai kadar kemanisan yang diinginkan teh dituangkan ke gelas es.

Es Jeruk yang penyajiannya sama dengan es teh, jeruknya juga seger.

Daftar menu di warung Pak Sabar

Suasana di dalam warung Sambel Belut Pak Sabar

Beberapa foto Pak Sabar dengan artis dan host yang pernah mampir makan kesini, ada foto dengan Pak Bondan juga disana.

Salah satu dapur yang digunakan untuk menyajikan minuman, kalau makanannya ada sendiri di belakang.

Kalau anda melihat warung seperti ini berarti anda nggak salah alamat kayak Ayu Ting Ting